Mencaci dan Mencela

Mencaci dan Mencela

Mencerca, mencela, dan menggosip orang lain jelas perbuatan tak terpuji, tapi mengapa orang masih suka melakukannya? Simaklah omongan sebagian orang bila lepas kesibukan, tak jarang mereka saling membicarakan keburukan orang lain, bak kata pepatah ”Kuman di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sendiri tak ketahuan.”

Mencaci dan Mencela

Mencerca, mencela, dan menggosip orang lain jelas perbuatan tak terpuji, tapi mengapa orang masih suka melakukannya? Simaklah omongan sebagian orang bila lepas kesibukan, tak jarang mereka saling membicarakan keburukan orang lain, bak kata pepatah ”Kuman di seberang lautan kelihatan, tapi gajah di pelupuk mata sendiri tak ketahuan.”

Agaknya, membicarakan aib orang lain ini sudah menjadi kecenderungan manusia dari dulu hingga sekarang. Itu sebabnya Allah memperingatkan para pencerca dan tukang gosip itu hingga beberapa kali dalam Alquran (lihat Q.S. 3:111; 5:54; 9:74,79; 12:31,92; 49:11; dan 68:11,30). Allah berfirman, ”Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencerca.” (Q.S: 104:1).

Rasulullah dalam sebuah hadis populer melukiskan dalam bentuk metafor: Orang Islam yang suka mencerca itu ibarat memakan daging saudaranya sendiri. Dalam riwayat lain, Nabi bersabda bahwa seorang muslim adalah yang menyelamatkan sesama muslim dari lidah dan tangannya.

Di zaman Nabi, pernah ada sekelompok orang yang digerakkan kaum munafik sempat mencerca sahabat Rasul. Baginda Rasulullah lantas bersabda, ”Jangan Anda cerca para sahabatku. Seandainya Anda belanjakan harta sebesar gunung Uhud, niscaya amal Anda tak akan dapat mengalahkan para sahabatku.” Kemudian dalam kesempatan lain beliau berpesan, ”Jika ada yang mencerca sahabatku katakanlah: laknat Allah atas kejahatanmu.”

Pangkal gosip dan cerca adalah lidah. Diriwayatkan bahwa Lukman al-Hakim, seorang arif yang termasyhur itu pernah disuruh majikannya membeli daging yang baik untuk menjamu para tamu yang bertandang. Lukman membeli hati dan lidah. Sang majikan marah, lalu bertanya, mengapa Lukman membeli hati dan lidah.

”Tidakkah ini daging yang baik seperti Tuan pesan. Hati merupakan sumber amal perbuatan yang baik, sedang lidah dapat menjalin persaudaraan. Dari keduanya orang dapat membangun kebajikan,” jawab Lukman.

Pada saat yang lain majikan memerintah Lukman membeli daging yang busuk, untuk diketahui, kiranya jenis daging apa yang akan dibeli Lukman. Ia pulang dari pasar membawa hati dan lidah. Tersentaklah majikan tersebut dan bertanya kenapa gerangan Lukman membeli daging yang sama, padahal disuruh membeli yang paling busuk.

”Benar Tuanku, ini daging terbusuk. Hati adalah daging yang paling baik dan sekaligus juga paling busuk. Ia sumber kedengkian dan rasa congkak. Lidah merupakan ‘alat’ untuk melaknat, mencerca, dan mencaci orang lain.”

Lidah merupakan cerminan gejolak hati. Bila hati bersih, lidah niscaya tidak akan bertutur kecuali yang baik. Sebaliknya bila hati ‘tercemar’, maka lidah akan mudah berkata-kata yang buruk.

Dan di dalam di surat Al-Qari’ah pencela akan dimasukkan ke neraka Hutamah. Neraka yang disediakan khusus untuk orang yang suka mencela!

sumber: www.republika.co.id

Leave a Reply